SRI Meningkatkan Produksi Padi

Sri Ayu, Sri Dewi atau Sri siapa?

Sri yang di maksud disini adalah The System of Rice Intensification atau sistem intensifikasi padi.

Apakah SRI itu?

SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan budidaya cara tradisional. Untuk melihat perbandingan hasil metode SRI dan metode tradisional, silahkan liat tabel di bawah ini (Tabel 1: Perbandingan pertumbuhan padi antara metode tradisional dengan metode SRI)


Metode Tradisional

Metode SRI



Rata-rata

Kisaran

Rata-rata

Kisaran

Rumpun/m2

56

42-65

16

10-25

Tanaman/rumpun

3

2-5

1

1

Batang/rumpun

8,6

8-9

55

44-74

Malai/rumpun

7,8

7-8

32

23-49

Bulir/malai

114

101-130

181

166-212

Bulir/rumpun

824

707-992

5,858

3,956-10,388

Hasil panen (t/ha)

2,0

1,0-3,0

7,6

6,5-8,8

Kekuataan akar (kg)

28

25-32

53

43-69







Tabel 1: perbandingan pertumbuhan padi antara metode tradisional dengan metode sri

Keterangan :

Data dalam metode tradisional dihitung dari 5 pecahan lahan di areal yang berdekatan. Data dalam metode SRI merupakan rata-rata dan kisaran dari 22 plot uji coba (Data diambil dari thesis S2 Joelibarison, 1998)

Metode sri minimal menghasilkan panen dua kali lipat di bandingkan metode varietas padi lainyang pernah di tanam, bahkan kita tidak harus menggunakan input luaruntuk memperoleh manfaat SRI.

Inti dari metode SRI ini adalah memperlakukan tanaman sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan di perlakukan seperti mesin yang dapat di manipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi di kembangkan dengan cara memberikan kondisi yang seusai dengan pertumbuhan mereka.







Pada awalnya, praktek penerapan SRI memang tampak “melawan arus”. SRI menentang asumsi dan praktek yang selama rautasn bahkan ribuan tahun telah di lakukan. Kebanyakan petani padi menanam bibit yang telah matang (Umur 20-30 Hari), dalam bentuk rumpun secara serentak, dengan penggenangan air di sawah seoptimal mungkin di sepanjang musim. Mengapa? Praktek ini seolah-olah mengurangi resiko kegagalan bibit mati. Masuk akal bahwa tanaman yang lebih matang seharusnya mampu bertahan lebih baik; penanaman dalam bentuk rumpun akan menjamin beberapa tanaman tetap hidup saat pindah tanam (transplanting); dan penanaman dalam air yang menggenang menjamin kecukupan air dan gulma sulit tumbuh.

Terlepas dari alasan diatas, para petani menerapkan metode SRI belum menemukan resiko yang lebih besar dari pada metode tradisional.


Empat Penemuan Kunci Penerapan Sri Adalah









1. Transplanting Lebih Awal

Bibit padi di transplanting saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari. Benih harus di semai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air.


2. Bibit Ditanam Satu-Satu Dari Pada Secara Berumpun

Bibit di transplasi satu-satu dari pada secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Hal ini di maksudkan agartanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya atau nutrisi dalam tanah. Sistemperakaran menjadi sangat berbeda saat tanaman ditanam satu-satu.


3. Jarak Tanam Yang Lebar

Dibanding dengan baris yang sempit, bibit lebih baik di tanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah. Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm.


4. Kondisi Tanah Tetap Lembab Tapi Tidak Tergenang Air

Secara tradisional penanaman padi biasanya selalu di genangi air. Memang benar, bahwa padi mampu bertahan dalam air yang menggenang. Namun sebenarnya air yang menggenang membuat sawah menjadi hypoxic (kekurangan oxigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan.

Sebagai tambahan untuk 4 prinsip ini, 2 praktek lain sangat penting dalam metode SRI. Keduanya tidak berlawanan dan telah lama di kenal oleh petani dalam bercocok tanam.

1. Pendangiran
2. Asupan organik

Mengaapa SRI Berhasil ?

SRI berhasil karena menerapkan konsep sinergi. Dalam konteks ini, sinergi menunjukan bahwa semua praktek dalam SRI berinteraksi secara positif, saling menunjang, sehingga hasil keseluruhan lebih banyak dari pada jumlah masing-masing bagian. Setiap bagian dari SRI bila dilakukan akan memberikan hasil yang positif, tapi SRI hanya akan berhasil kalau semua praktek di laksanakan secara bersamaan.

Ketika di pakai bersamaan, praktek SRI memberi dampak struktur tanaman padi yang berbeda di bandingkan praktek tradisional. Dalam SRI tanaman padi memiliki lebih banyak batang, perkembangan akar lebih besar, dan lebih banyak bulir maali. Untuk dapat menghasilkan batang yang kokoh, di perlukan akar yang dapat berkembang bebs untuk mendukung pertumbuhan tumbuh yang optimal. Akar juga memrlukan energi hasil fotosintesis yang terjadi di batang dan daun yang ada di atas tanah. Sehingga akar dan batang saling tergantung. Saat pertumbuhan optimum, ada hubungan positif antara jumlah batang pertanaman, jumlah batang yang menghasilkan (malai), dan jumlah bulir gabah perbatang.

Tanaman padi dalam medel SRI akan tampak lebih kecil, kurus dan jarang di sawah selama sebulan atau lebih setelah transplantasi. Dalam bulan pertama, tanaman mulai menumbuhkan batang. Selama bulan ke-2 pertumbuhan batang mulai terlihat nyata. Dalam bulan ke-3, petak sawah tampak “meledak” dengan pertumbuhan batang yang sangat cepat. Untuk memahami hal ini perlu di mengerti konsep phyllochrons, sebuah konsep yang di aplikasikan pada keluarga rumput-rumputan, termasuk tanaman biji-bijian seperti padi, gandum dan barley.

Phyllochron bukan suatu benda, tetapi peride waktu antara munculnya satu phytomer (satu set batang, daun, dan akar yang munculdari dasar tanaman) dan perkecambahan selanjutnya.

untuk lebih jelas, silahkan download tulisan lengkapnya.
Credit to Dawn Barkelar

Terimakasih, Semoga bermanfaat